Kisah Perjalananku: Dari Siswa SMP Terbuka dan “Tukang Ngarit” hingga Menjadi Guru

Kisah Perjalananku: Dari Siswa SMP Terbuka dan “Tukang Ngarit” hingga Menjadi Guru
infosmk.com, Ponorogo, 24 November 2025 - Hari Guru Nasional selalu membuatku kembali mengingat perjalanan panjang hidupku. Perjalanan yang mungkin tak pernah terbayang bisa membawaku menjadi seorang guru Teknik Komputer dan Jaringan (TKJ) di SMK Negeri 2 Ponorogo, apalagi kini berstatus sebagai ASN. Semua itu berawal dari sebuah desa kecil bernama Slogoretno, Jatipurno, Wonogiri, Jawa Tengah—tempat aku lahir dan tumbuh.

Tahun 1995, aku menempuh pendidikan di SMP Terbuka yang menginduk pada SMP Negeri 2 Jatipurno. Fasilitas belajar saat itu sangat sederhana. Kami menumpang belajar di sebuah SD, dan hanya bertemu guru dua kali dalam sepekan. Sebagian besar waktu kami belajar mandiri.

“Saat itu kami belajar dari modul-modul yang dibagikan guru pamong. Ada juga rekaman pembelajaran yang diputar lewat kaset tape recorder bantuan pemerintah. Kami mendengarkannya bersama-sama sebagai panduan belajar,” kenangku ketika mengingat masa itu.

Keterbatasan ekonomi membuatku harus membagi waktu dengan disiplin. Setiap pagi sebelum sekolah, aku membantu keluarga mencari rumput, menjadi “tukang ngarit” untuk pakan ternak. Setelah itu barulah aku bisa fokus belajar. Banyak teman-temanku juga berada dalam kondisi serupa—berangkat sekolah jauh, berjalan kaki, tanpa seragam layak, bahkan tanpa sepatu. Sebagian besar dari keluarga petani atau kuli bangunan. Tapi meski serba sulit, semangat untuk sekolah tidak pernah padam.

Namun perjuangan kami tidak hanya soal ekonomi. Menjadi siswa SMP Terbuka berarti harus siap menghadapi stigma dari masyarakat. Banyak teman seangkatanku akhirnya berhenti sekolah.

“Dari ratusan siswa yang mendaftar, hanya tinggal puluhan yang bertahan. Banyak yang menikah muda, merantau, atau berhenti begitu saja,” ceritaku.

Aku sendiri memilih bertahan. Bahkan, aku mendapat kepercayaan mewakili sekolah dalam Lomba Motivasi Belajar Mandiri tingkat provinsi (Lomojari). Saat kelulusan, nilai ujian akhirku justru melampaui sebagian besar siswa SMP reguler. Dari situlah aku semakin yakin bahwa jalur pendidikan alternatif bukan penghalang untuk berprestasi.

Dorongan dari guru pamong membuatku melanjutkan pendidikan ke SMK, lalu ke perguruan tinggi. Semangat mandiri yang kutanam sejak SMP Terbuka terus kubawa. Selama kuliah, aku bekerja di jasa pengetikan, rental komputer, hingga servis komputer untuk membiayai kebutuhan studi. Berat, tetapi aku menikmatinya sebagai bagian dari perjalanan.

Kerja keras itu akhirnya berbuah manis. Tahun 2008 aku lulus sebagai Sarjana Komputer (S.Kom), dan di tahun berikutnya Allah memberiku rezeki besar—aku lolos seleksi CPNS dan ditempatkan di Ponorogo. Hingga kini, aku mengabdikan diri sebagai guru di SMK Negeri 2 Ponorogo, Jawa Timur.

Untuk adik-adik yang saat ini belajar di jalur non-formal seperti SMP Terbuka atau Kejar Paket, izinkan aku menyampaikan satu pesan:

“Jangan pernah berkecil hati. Status sekolah bukan penentu masa depan. Fasilitas yang terbatas justru bisa menjadi pemicu untuk membuktikan diri. Yang menentukan adalah tekad, semangat belajar, dan keberanian untuk terus melangkah.”

Di akhir kisah ini, aku ingin menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada bapak dan ibu guru yang telah memberikan motivasi, semangat, dan bimbingan selama perjalanan hidupku. Semoga setiap kebaikan dan dedikasi para pendidik mendapat balasan terbaik dari Allah SWT.

“Selamat Hari Guru,” salam hormat dari muridmu. (Tarmin)

 

2 komentar untuk "Kisah Perjalananku: Dari Siswa SMP Terbuka dan “Tukang Ngarit” hingga Menjadi Guru"

Anonim 25 November 2025 pukul 05.46 Hapus Komentar
Luar Biasa... Selamat.... Alloh tidak akan membiarkan hamba Nya yang punya semangat dan tekad tinggi...
GIENZ GINO 25 November 2025 pukul 05.48 Hapus Komentar
Semoga menginspirasi ratusan anak lainnya yang kurang beruntung.... Semangat...